14 Amalan yang keliru di Bulan Ramadhan

*14 Amalan yang Keliru di Bulan Ramadhan*
Ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.
*======*

Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin.

*1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan*

Tidaklah tepat keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan _“nyadran”_ ). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk _nyadran_ atau _nyekar._ Ini sungguh suatu *kekeliruan* karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

*2. _Padusan,_ Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan*

Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga *tidak ada tuntunannya* sama sekali dari Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam._ Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan _“padusan”_ ) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan *kesalahan yang besar* karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan *murka Allah?!*

*3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab*

Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

_“Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami tidak memakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalam penetapan bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).”_ (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Bazizah mengatakan, ”Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhan dengan hisab) adalah madzhab *bathil* dan syari’at ini telah melarang mendalami ilmu _nujum_ (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan _(dzon)_ dan bukanlah ilmu yang pasti _(qoth’i)_ atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini  kecuali sedikit sekali.” ( _Fathul Baari,_ 6/156)

*4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya*

Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ

_“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.”_ (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam _Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i_ )

Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

_“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).”_ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam _Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi_ )

*5. Melafazhkan Niat _“Nawaitu Shouma Ghodin…”_*

Sebenarnya *tidak ada tuntunan sama sekali* untuk melafazhkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam,_ begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi _rahimahullah_ –ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,

لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ

_“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.”_ ( _Rowdhotuth Tholibin,_ I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)

*6. Membangunkan _“Sahur … Sahur”_*

Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan _“sahur … sahur ….”_ baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu. 

Cara membangunkan seperti ini sungguh *tidak ada tuntunannya sama sekali* dari Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ juga tidak pernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini. Jadi, hendaklah yang dilakukan adalah *melaksanakan dua kali adzan.* Adzan pertama untuk menunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. 

Ibnu Mas’ud _radhiyallahu ‘anhu_ memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah (petunjuk Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam,_ pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at Tashiir di _Al Bida’ Al Hawliyah,_ hal. 334-336)

*7. Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)*

Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ

_“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi kalian warna merah yang melintang.”_ (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam _Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud,_ Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih). 

Maka hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum) adalah sejak terbit _fajar shodiq_ –yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan *bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh.* Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam,_ kemudian beliau _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, “Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata, “Sekitar 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Lihatlah berapa lama jarak antara sahur dan adzan? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangat dekat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (sekitar 10 atau 15 menit)

*8. Do’a Ketika Berbuka _“Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”_*

Ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam _‘Amalul Yaum wal Lailah_ no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan amalan ini adalah *hadits-hadits yang lemah.* Di antara hadits tersebut ada yang _mursal_ yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta (Lihat _Dho’if Abu Daud_ no. 2011 dan catatan kaki _Al Adzkar_ yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy).

Adapun do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

_“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah_ (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam _Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud_ )

*9. Dzikir Jama’ah Dengan Dikomandoi dalam Shalat Tarawih dan Shalat Lima Waktu*

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz _rahimahullah_ tatkala menjelaskan mengenai dzikir setelah shalat, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang *tidak ada tuntunannya* dalam syari’at Islam yang suci ini.” ( _Majmu’ Fatawa Ibnu Baz,_ 11/189)

*10. _“Ash Sholaatul Jaami’ah…”_ untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih*

Ulama-ulama Hambali berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan _“Ash Sholaatul Jaami’ah…”_ Menurut mereka, ini termasuk *perkara yang diada-adakan* (baca: bid’ah). (Lihat _Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah,_ 2/9634, Asy Syamilah)

*11. Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam Selesai Shalat Malam*

Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

_“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”_ (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam _Al Irwa’_ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun *seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam.* Itulah yang lebih tepat.

*12. Perayaan _Nuzulul Qur’an_*

Perayaan _Nuzulul Qur’an_ sama sekali *tidak pernah dicontohkan oleh Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam,_* juga *tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat.* Para ulama _Ahlus Sunnah wal Jama’ah_ mengatakan,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

_“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”_ 

Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai *bid’ah.* Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat _Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,_ pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11)

*13. Membayar Zakat Fithri dengan Uang*

Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat _radhiyallahu ‘anhum_ akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).” ( _Majmu’ Fatawa Ibnu Baz,_ 14/208-211)

*14. Tidak Mau Mengembalikan Keputusan Penetapan Hari Raya kepada Pemerintah*

Al Lajnah Ad Da’imah, komisi Fatwa di Saudi Arabia mengatakan, “Jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat (tentang penetapan 1 Syawal), maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut *wajib mengikuti pendapatnya.”* (Fatawa no. 388)

-----

Demikian beberapa kesalahan atau kekeliruan di bulan Ramadhan yang mesti kita tinggalkan dan mesti kita menasehati saudara kita yang lain untuk meninggalkannya. Tentu saja nasehat ini dengan lemah lembut dan penuh hikmah.

Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, sifat _‘afaf_ (menjauhkan diri dari hal yang tidak diperbolehkan) dan memberikan kita kecukupan. Semoga Allah memperbaiki keadaan setiap orang yang membaca risalah ini.

_Wa shallallahu wa salaamu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin._

*======*

*Sumber:* https://muslim.or.id/1298-14-amalan-yang-keliru-di-
bulan-ramadhan.html

Terimakasih Semoga Bermanfaat

Comments

Popular posts from this blog

Janganlah Salah Niat hanya untuk Dunia..

Al-Kisah Tiga Orang Yang di Uji

Hal Yang Paling Bermanfaat Bagi Dirinya..